Menyambut tahun 2015, para pemimpin
teknologi informasi maupun bisnis yakin bahwa era business-defined IT sudah di
depan mata. Meski tahun ini belum berakhir, titik temu antara bisnis dan
teknologi informasi terlihat kian padu. Chief Technology Officer, Hitachi Data
Systems (HDS) Asia Pasifik, Adrian De Luca memprediksi lima tren teknologi yang
akan terjadi di era business-defined IT.
Inilah waktunya TI merangkul platform
ketiga yang dibangun di atas perangkat mobile, layanan cloud, jaringan sosial,
dan big data analytics,” saran Adrian De Luca. Mau tak mau, para Chief
Information Officer (CIO) harus merespon tren tersebut. Peran CIO tidak lagi
sebatas pengembang teknologi yang memfokuskan diri pada infrastruktur data
center. Para pemimpin TI di perusahaan akan berperan sebagai arsitek, sekaligus
broker layanan bisnis.
Economist Intelligence Unit (EIU)
baru-baru ini merilis sebuah hasil survei tentang perubahan peran para CIO di
kawasan Asia Pasifik. Survei bertajuk “The Future for CIOs: Which Way Is Up?”
tersebut menemukan bahwa 9 dari 10 (89%) responden yakin bahwa CIO menjalankan
peran strategis yang lebih dari sekadar mengelola fungsi TI. Bahkan 66%
responden yakin bahwa CIO adalah kandidat yang tepat untuk menggantikan seorang
CEO.
Nah, tak ada salahnya jika para pemimpin
TI di Asia Pasifik mulai memerhatikan tren yang akan mengubah lanskap TI, dan
memutuskan di mana mereka harus melakukan transformasi. Menurut Adrian De
Luca, the winners of tommorrow’s economy are those who are transforming
today. Mereka yang unggul dalam perekonomian masa depan adalah mereka yang
bertransformasi hari ini.
1. Inisiatif Smart City mendorong
investasi untuk Internet of Things.
Asia Pasifik adalah salah satu kawasan
terbesar dan bertumbuh pesat. Namun kelangkaan infrastrukutur, kota-kota
terpadat, konsumsi energ terbesar, rute transportasi tersibuk, bencana alam,
dan perubahan iklim pun ada d sini. Sejumlah pemerintahan negara di kawasan
Asia Pasifik berkomitmen menggelar inisiatif smart city untuk mengatasi
berbagai tantangan tersebut. Peluang implementasi Internet of Things dan
interaksi Machine to Machine pun terbuka lebar.
“Smart City akan membutuhkan komputasi,
jaringan, infrastruktur storage dan arsitektur software baru dalam skala yang
belum pernah terjadi sebelumnya, yang dioptimalkan untuk menangani semakin
meningkatnya volume, kecepatan dan berbagai jenis data,” kata De Luca.
2. Industri yang kompetitif akan
meningkatkan inisiatif big data demi meraih keunggulan
kompetitf.
Penerapan big data di kawasan Asia
Pasifik masih terbilang lebih rendah jika dibandingkan dengan kawasan lain.
Namun perusahaan yang berada di tengah industri yang sangat kompetitif melihat
big data bukan hanya sebagai inisiatif tetapi suatu keharusan (imperative).
Misalnya, dunia perbankan dan jasa keuangan lainnya telah memanfaatkan analisis
mendalam terhadap data yang dimilikinya untuk menilai risiko peminjam,
mendeteksi churn, dan mengidentifikasi cross-selling atau peluang upselling
berdasarkan perilaku belanja.
Menurut survei “The Future for CIOs:
Which Way Is Up?” yang disponsori HDS, 10% dari perusahaan di Asia Pasifik
telah berinvestasi pada data analytics dalam 12 bulan terakhir, dan investasi
ini akan meningkat menjadi 12% di tahun mendatang.
Generasi selanjutnya dari solusi big
data analytics tidak hanya akan membutuhkan platform infrastruktur baru untuk
menyimpan dan mengelola kumpulan data yang luas, tetapi juga kemampuan
menganalisa data secara real-time. Untuk melakukan hal ini, infrastruktur
scale-out dengan mesin yang mampu ‘belajar’, software konteks bisnis harus
terintegrasi dengan erat untuk memungkinkan penggelaran cepat dan dapat
diprediksi dan untuk memastikan operasi yang optimal.
3. Platform hybrid cloud akan
lebih disukai organisasi/korporasi dalam hal penyebaran aplikasi
enterprise.
Platform cloud telah mencapai tahap yang
matang, sementara para vendor maupun penyedia layanan cloud di kawasan Asia
Pasifik sengit berkompetisi. Inilah saatnya bagi organisasi untuk menempatkan
aplikasi inti (core applications) di awan privat dan publik. Solusi yang mengintegrasikan
dua platform cloud tersebut untuk memperoleh pengalaman hybrid cloud yang tanpa
halangan akan membantu organisasi mencapai keselarasan biaya yang lebih baik,
dan memenuhi kebutuhan akan privasi dan kepatuhan.
CIO yang cerdas mengambil inisiatif untuk
memindahkan aplikasi enterprise dan mission-critical ke private cloud dan pada
saat yang sama mencoba public cloud untuk beban-kerja internal sementara dan
juga aplikasi web bagi pelanggan. Namun, perlu diingat bahwa bagaimana pun juga
public cloud sifatnya adalah “cloud yang tidak teratur”.
“Hal ini telah menyebabkan kekhawatiran
mengenai apakah bisnis akan dapat melacak sumber daya dan pengeluaran secara
efektif. Hybrid cloud dapat membantu mengatasi masalah ini dengan
menyederhanakan interaksi antara public dan private cloud, dan memungkinkan
manajemen yang lebih baik dan kontrol,” kata De Luca.
Survei oleh EIU dan HDS mengungkapkan
bahwa 10% dari perusahaan di Asia Pasifik telah berinvestasi pada cloud
computing, meski investasinya belum tersebar merata di seluruh wilayah. Untuk
tahun 2015, 13% dari perusahaan akan berinvestasi pada komputasi awan.
4. Menjamurnya pemanfaatan perangkat
mobile akan mendorong kebutuhan akan infrastruktur yang bersifat data-driven.
Asia Pasifik tak diragukan adalah kawasan
mobile terbesar di dunia, terutama dengan adanya 1,7 miliar pelanggan mobile di
tahun 2013 atau sama dengan separuh jumlah pelanggan mobile di seluruh dunia.
Dan dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, diprediksi akan ada lebih dari 750 juta
pelanggan baru.
Penggelaran layanan internet cepat
berbasis 4G di kawasan ini akan meningkatkan pemanfaatan internet, membuka
peluang usaha-usaha kecil meraih pelanggan yang lebih banyak, dan secara
fundamental mengubah cara kita berinteraks.
Selama 5 tahun terakhir pula, organisasi
TI dan penyedia layanan cloud telah berinvestasi pada teknologi storage object
untuk melindungi dan melestarikan data untuk waktu yang cukup lama. Satu
landasan penting di sini adalah data-driven storage yang memampukan perusahaan
mengelola multi-tenancy, memperpanjang metadata yang dapat menghubungkan ke
kumpulan data lain, dan melaksanakan deduplication dan kompresi data untuk
membatasi pertumbuhan biaya.
Dengan data yang saat ini bergerak di
atas berbagai platform cloud, kemampuan ini juga harus dibuat tersedia di luar
pusat data. Perusahaan harus menemukan cara untuk mengaktifkan akses jarak jauh
yang cerdas dan efisien ke aplikasi dan data, dan memampukan bagi pakai
informasi melalui aneka perangkat cerdas, dengan tetap memastikan data sensitif
terlindungi.
5. Teknologi semakin berimplikasi pada
privasi perorangan, sehingga perusahaan harus lebih banyak berinvestasi untuk
memenuhi aturan tentang compliance (kepatuhan).
Pemerintah di seluruh Asia Pasifik
sedang memperkenalkan peraturan privasi baru atau memperbarui yang sudah ada.
Walhasil, organisasi dan korporasi pun harus lebih banyak memerhatikan
kebijakan privasi internal dan teknologi yang dapat membantu mereka untuk
melakukan hal tersebut. Organisasi yang sukses bertransisi ke era baru di mana
privasi terlindungi harus mensosialisasikan budaya kepatuhan kepada para
karyawannya. Mereka juga harus berinvestasi cermat pada cara pengumpulan data
dan audit.
“Bisnis hari ini harus ekstra waspada dalam melindungi informasi
pelanggan penting karena mereka bergulat dengan pertumbuhan eksponensial dalam
data terstruktur dan tidak terstruktur dalam organisasi,” kata De Luca.
0 komentar:
Posting Komentar